Zakat perniagaan
Dan, hadis yang dirawayatkan oleh Imam Ad-Daruquthni dari Abu Dzar r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda yang artinya, "Pada onta ada zakatnya, dan pada sapi ada zakatnya, dan pada kambing ada zakatnya, serta pada bazz (sejenis kain dari kapas yang diperdagangkan ketika itu) ada zakatnya." (HR Ad-Daruquthni 2/102 No. 28 Kitab Zakat).
Dan, hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Samurah bin Jundub r.a. ia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah saw. memrintahkan kepada kami untuk mengeluarkan zakat dari barang yang kami siapkan untuk perdagangan." (Sunan Abu Daud No. 1335).
Perniagaan itu menumbuhkembangkan harta sehingga wajib dizakati ketika telah sampai nishab dan berlalu satu tahun (Hijriah). Inilah pendapat kebanyakan ulama. Ibnul Mundzir berkata bahwa para ulama sepakat (ijma') bahwa barang yang akan diperniagakan wajib dizakati jika telah berlalu masa setahun. Ini adalah pendapat Umar, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, ahli fikih yang tujuh, Hasan al-Bashri, Jabir bin Zaid, Maimun bin Mahran, Thawus, An-Nakha'i, Ats-Tsauri, Al-Auza'i, Asy-Syafi'i, dan Abu 'Ubaid, Ishak bin Rahawaih, serta ashabur ra'yi. Dan, diriwayatkan dari Malik dan Daud azh-Zhahiri bahwa tidak wajib zakat padanya, namun pendapat ini tertolak berdasarkan hadis di atas.
Kapan Suatu Barang Bisa Dikatakan sebagai Barang Perdagangan?
Tidaklah suatu barang dianggap sebagai barang dagangan, kecuali dengan dua syarat:
- dimiliki melalui transaksi yang ada imbal baliknya, seperti jual beli, sewa, nikah atau khulu', dan transaksi halal lainnya,
- diniatkan ketika ia memiliki barang itu untuk diperdagangkan.
Selanjutnya, harus ada perdagangan yang dilakukan agar barang itu tidak sekadar diniatkan untuk diperdagangkan tanpa ada tindak lanjutnya. Karena, orang yang berniat berjalan, namun belum berjalan belum bisa dikatakan telah berjalan.
Cara Mengeluarkan Zakat
Jika seseorang memiliki barang dagangan yang telah mencapai atau melebihi nishab dan telah berlalu satu tahun, ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5 % dari total harga barang itu dan bukan barangnya. Karena, nishabnya diukur dari harganya, maka zakatnya juga dari harganya, di samping itu sangat sulit mengukur 2,5 % dari barang langsung. Imam Abu Hanifah membolehkan zakat dari barangnya atau dari harganya. Wallahu a'lam. (Ibnu).
Referensi:
1. Al-Majmu' Syarhul Muhazzab, Imam An-Nawawi
2. Al-Mughni, Ibnu Qudamah
3. Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq
4. Sunan Abu Daud
5. Sunan ad-Daruquthni
6. Tuhfatul Muhtaj, Al-Wadiyasyi
7. 'Aunul Ma'bud, Ibnul Qayyim
|